PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL



RESUME 3

Pendidikan Multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan dan  mewadahi beragam perspektif dari berbagai kelompok  kultural. Para pendukung nya percaya bahwa anak-anak kulit berwarna harus diberdayakan  dan pendidikan  multikultural akan  bermanfaat bagi semua murid. Pendidikan  multikultural muncul dari gerakan hak-hak sipil pada tahun 1960-an  dan gerakan  untuk pemerataan  kesetaraan dan keadilan  sosial dalam dalam masyarakat.  Sebagai  suatu bidang pendidikan multikultural mencakup isu-isu yang berkaitan dengan status sosioekonomi, etnisitas, dan gender. Karena keadilan sosial  adalah salah satu nilai dasar dari bidang ini, maka reduksi prasangka dan pedadogi akuitas menjadi komponen  utamanya.
Memberdayakan Murid
Istilah pemberdayaan berarti memberi orang kemampuan  intelektual dan keterampilan memecahkan masalah  agar berhasil dan menciptakan dunia yang lebih adil. Sonia Nieto (1992), seorang keturunan Puerto Rico yang besar di New York City, percaya bahwa pendidikan nya membuat nya merasa latar belakang kulturalnya kelihatan agak buruk. Dia memberikan rekomendasi sebagai berikut:
>  Kurikulum sekolah harus jelas antirasis dan antidiskriminasi.
> Pendidikan multikultural harus menjadi bagian dari setiap pendidikan murid. Semua murid harus menjadi bilingual dan mempelajari perspektif kultural yang berbeda-beda.
> Murid harus dilatih untuk lebih sadar budaya. Ini berarti mengajak murid untuk lebih terampil dalam menganalisis kultur dan lebih banyak menyadari faktor historis, sosial dan politik yang membentuk pandangan mereka tentang kultur dan etnis.





Pengajaran  yang Relevan Secara Kultural
Pengajaran yang relevan secara kultural adalah aspek penting dari pendidikan multikultural. Pengajaran ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan dengan latar belakang kultural dari pelajar. Pakar pendidikan multikultural percaya bahwa guru yang baik akan mengetahui dan mengintegrasikan pengajaran yang relevan  secara kultural kedalam kurikulum karena akan membuat pengajaran menjadi lebih lebih efektif.  Beberapa peneliti menemukan bahwa murid dari kelompok yang sama berperilaku dengan cara yang membuat beberapa tugas pendidikan menjadi sulit.
Pendidikan yang Berpusat pada Isu
Dalam pendekatan ini, murid diajari secara sistematis untuk mengkaji isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan  sosial. Pendidikan ini tak hanya mengklarifikasi nilai, tetapi juga mengkaji alternatif dan konsekuensi dari pandangan tertentu yang dianut murid. Murid dan guru bersama-sama dalam  menyusun rencana aksi untuk mengatasi persoalan  keadilan sosial ini.
Meningkatkan  hubungan  di Antara Anak dari kelompok Etnis yang berbeda-beda.
Ada sejumlah strategi dan program untuk meningkatkan hubungan antar-anak dari kelompok etnis yang berbeda beda. Yang pertama  Kelas Jigsaw.  Dikelas ini murid dari berbagai latar belakang kultural yang berbeda diminta bekerjasama untuk mengerjakan beberapa bagian yang berbeda dari suatu tugas untuk meraih tujuan yang sama. Aronson memakai istilah Jigsaw karena dia menganggap teknik ini sama seperti menyuruh sekelompok anak untuk bekerjasama menempatkan kepingan yang berbeda untuk melengkapi teka-teki permainan jigsaw. Terkadang strategi Jigsaw ini dideskripsikan sebagai upaya menciptakan tujuan utama atau tugas bersama untuk murid.



Kontak Personal dengan Oranglain dari Latar Belakang Kultural yang berbeda
Kontak itu sendiri tidak selalu berhasil meningkatkan hubungan. Yang penting disini adalah  apa yang terjadi setelah anak tiba disekolah. Sebuah studi komprehensif terhadap lebih dari 5000 anak  grade 5 dan 4000 anak grade 10 mengungkapkan bahwa proyek kurikulum dimensi yang difokuskan pada isu etnis, kelompok kerja campuran, serta guru dan staf sekolah pendukung, telah membantu memperbaiki hubungan antar etnis dikalangan  murid.
Pengambilan Perspektif. Latihan  dan aktivitas yang membantu murid melihat perspektif orang lain dapat meningkatkan relasi antar-etnis. Dalam satu latihan, murid-murid belajar perilaku tertentu yang tepat dari dua kelompok kultural yang berbeda. Kemudian kedua kelompok itu berinteraksi satu sama lain sesuai dengan perilakutersebut. Hasilnya mereka akan  merasakan kegelisahan sekaligus pemahaman. Mempelajari orang dari belahan dunia yang berbeda juga membantu murid untuk memahami perspektif yang berbeda. Kini makin banyak website Internet yang membuat murid bisa berkomunikasi dengan murid lain diseluruh amerika dan dinegara lain.
Pemikiran Kritis dan Intelegensi Emosional. Murid yang belajar berpikir secara mendalam dan kritis tentang relasi antar-etnis kemungkinan akan berkurang prasangkanya dan tak lagi menstreotipkan  orang lain. Intelegensi emosional bermanfaat bagi hubungan antar-etnis. Kecerdasan emosional berarti punya kesadaran diri tentang emosi, mengelola emosi, dan menangani hubungan.
Mengurangi Bias. Louise Derman-Sparks dan Anti Bias Curriculum Task Force (1989) menciptakan sejumlah alat untuk membantu anak mengurangi, mengelola, atau bahkan mengeliminasi bias. Pendukung kurikulum anti bias ini berargumen bahwa kendati perbedaan itu baik, namun diskriminasi bukan sesuatu yang baik.
Meningkatkan Toleransi. Teaching Tolerence Project menyediakan sumber daya dan materi kepada sekolah untuk meningkatkan pemahaman antarkultur dan hubungan majalah dua tahunan Teaching Tolerence didistribusikan kesetiap sekolah negeri dan Swasta di AS. Tujuan majalah ini adalah untuk berbagi pandangan dan menyediakan sumber materi untuk mengajar anak menjadi lebih toleran.

Sekolah dan Komunitas Sebagai Satu Tim. Psikiater dari Yale, James Comer (1988) percaya bahwa tim komunitas merupakan cara terbaik untuk mendidik anak. Ada 3 aspek penting dari Corner Project, yakni 1. Pemerintah dan tim manajemen yang mengembangkan rencana sekolah yang komprehensif, penilaian strategi, dan program pengembangan staf; 2. Tim pendukung sekolah dan kesehatan mental; dan 3. Program orangtua . Program Comer menekankan pendekatan no-fault yakni fokus pada pemecahan masalah,bukan saling menyalahkan), tidak ada keputusan kecuali melalui konsensus dan tidak ada “paralysis” ( yakni, tak ada suara tidak setuju  yang bisa mengadang suara keputusan mayoritas). Meskipun tidak ada perubahan sosioekonomi di tempat yang kebanyakan dihuni orang Afrika-Amerika dan miskin ini, tingkat bolos sekolah menurun drastis, problem perilaku berkurang banyak, parstisipasi orangtua meningkat dan tidak ada lagi staf yang tidak betah.





Comments

Popular posts from this blog

PENGELOLAAN KELAS

ANDRAGOGI DAN PENDAGOGI